twitter
rss


Selama ini kajian-kajian tentang belajar kurang memperhatikan peran dan pengaruh emosi pada proses dan hasil belajar yang dicapai seseorang. Tetapi, sejak orang mulai memperhatikan peran besar otak dalam segala bentuk perilaku manusia, maka emosi mulai jadi perhatian, termasuk peranannya dalam meningkatkan hasil belajar. Emosi tidak lagi dipandang sebagai penghambat dalam kehidupan sebagaimana pandangan konvesional, melainkan sebagai sumber kecerdasan, kepekaan, dan berperan dalam menghidupkan perkembangan serta penalaran yang baik. Bahkan saat ini disadari bahwa untuk mencapai keberhasilan belajar, maka proses belajar yang terjadi haruslah menyenangkan.
Baca Selengkapnya
A.    Pengertian Emosi
Emosi dirumuskan secara bervariasi oleh para psikolog, dengan orientasi teoritis yang berbeda-beda, antara lain sebagai berikut :
1.      Menurut William James (dalam DR. Nyayu Khodijah) mendefinisikan emosi sebagai keadaan budi rohani yang menampakkan dirinya dengan suatu perubahan yang jelas pada tubuh.
2.      Goleman, 1999 (dalam DR. Nyayu Khodijah) mendefinisikan emosi sebagai suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak.
3.       Sedangkan menurut Kleinginna (dalam DR. Nyayu Khodijah) mencatat ada 92 definisi yang berbeda tentang emosi., Namun disepakati bahwa keadaan emosional adalah suatu reaksi kompleks yang melibatkan kegiatan dan perubahan yang mendalam serta dibarengi dengan perasaan yang kuat.
Dari beberapa definisi emosi menurut para ahli dapat disimpulkan bahwa emosi adalah sesuatu yang kompleks dalam diri manusia yang melibatkan tindakan tubuh seperti bernafas, detak janung, dan lain-lain.




B.     Emosi Remaja
Zaman remaja yang dikenali sebagai zaman ‘storm and stress’ amat sukar dipahami oleh orang dewasa. Ketidakpahaman inilah sering timbul konflik antara golongan remaja dengan orang dewasa khususnya ibu bapak dan guru-guru. Dalam pembagian tahap perkembangan manusia, maka masa remaja menduduki tahap progresif.1
Apabila timbul konflik antara ibu bapak, golongan remaja sering bertingkah laku yang bertentangan dengan kehendak ibu bapak dan orang dewasa karena mereka menganggap orang dewasa tidak memahami jiwa mereka. Memahami emosi remaja pada hari ini satu keperluan kepada orang dewasa ketika mendidik golongan remaja. Hendaknya guru agama memahami keadaan anak yang sedang mengalami kegoncangan perasaan akibat pertumbuhan yang berjalan sangat cepat itu dengan segala keinginan, dorongan dan ketidakstabilan kepercayaan itu. Dengan pengertian itu guru agama dapat memilihkan cara penyajian agama yang tepat bagi mereka, sehingga kegoncangan perasaan dapat teratasi.2 Mereka terlebih dulu perlu memahami emosi remaja supaya proses pendidikan yang dilakukan bersesuaian dengan jiwa golongan ini. Dengan itu, proses pendidikan memberi kesan mendalam kepada jiwa mereka.
Perkembangan emosi remaja pada peringkat awal terutama pada zaman kanak-kanak banyak dipengaruhi melalui pelaziman dan cara peniruan. Cara pelaziman berlaku dengan mudah dan cepat pada masa beberapa tahun permulaan hidup mereka. Kanak-kanak menggunakan daya imaginasi dalam membayangkan sesuatu mengikut yang telah dilazimkan. Cara peniruan pula, kanak-kanak meniru tingkah laku emosi yang diperhatikannya pada orang lain dan memberikan gerak balas terhadap perkara berkenaan dengan cara yang tidak dapat dibuatnya dulu. Oleh kerana itu, emosi remaja pada zaman kanak-kanak berkembang mengikut proses pelaziman dan peniruan.
Ibu bapak adalah orang pertama yang menjadi contoh kepada anak-anak remaja. Jika ibu bapak berkelakuan buruk, bertindak keras dan menganiaya anak-anak, emosi dan tingkah lakunya akan turut menyeleweng karena sejak kecil jiwa mereka ditanam dengan bibit kerusakan. Ketika usia remaja pula, emosi berkembang dengan pesat hasil daripada kematangan dan pembelajaran. Itulah sebabnya bentuk pernyataan emosi pada zaman remaja banyak bergantung kepada apa yang dipelajarinya daripada masyarakat sekeliling.
Antara ciri emosi remaja ialah romantik, mudah keliru dan mudah marah atau memberontak. Remaja yang mempunyai ciri-ciri romantik adalah remaja yang mengalami tarikan heteroseksual (tarikan antara remaja yang berlainan kelamin) melalui pendampingan mereka dengan remaja lain. Pada zaman remaja adalah puncak wujudnya perasaan cinta romantis. Menurut Dr Rohaty Majzub, perasaan romantis membawa pengertian bahwa mereka menganggap dan menggambarkan individu yang dicintai itulah yang paling ideal, mempunyai watak, sahsiah atau ciri-ciri yang memikat hati remaja. Perasaan romantis remaja mempunyai pengaruh mendalam kepada hidup mereka. Perasaan romantis ini mendorong remaja menulis dalam diary peribadi. Penulisan diary peribadi adalah ciri yang menunjukkan pengasingan diri dan keupayaannya untuk menguraikan mengenai dirinya di samping keinginannya untuk lari daripada gelisah melanda dirinya. Remaja akan mencatatkan peristiwa harian terutama bagi menggambarkan perasaannya sama ada perasaan cinta, kecewa dan gembira.
Ketika zaman remaja, perubahan fisikal, emosi dan personality berlaku dengan pesat dan mereka harus memahaminya dengan teliti. Ketika ini juga berlaku perubahan dalam hubungan mereka dengan keluarga, rekan sebaya dan masyarakat sekeliling. Harapan yang baik dan tanggungjawab mula dikenakan kepada mereka. Dalam keadaan begini kadang-kadang mereka mudah keliru dengan peranan dan tanggungjawab mereka. Itulah sebabnya golongan remaja mudah bertukar pendirian, pendapat, ideologi dan kawan-kawan.
Selain itu, remaja juga mempunyai emosi yang mudah marah. Zaman remaja yang dikatakan sebagai ‘storm and stress’ mudah menyebabkan remaja memberontak dan marah terhadap seseorang atau sesuatu perkara. Seseorang remaja mempunyai kehendak yang harus diterima keluarga, rekannya dan masyarakat sekeliling. Remaja mudah menunjukkan emosi memberontak dan marahnya dengan tindakan agresif seperti mendurhaka kepada keluarga, lari dari rumah dan ingkar dengan peraturan sekolah. Mereka mendurhaka kepada keluarga sebagai percobaan untuk bebas daripada sifat kekanak-kanakan dan untuk mencapai kemerdekaan jiwa. Jiwa ingin lari dari rumah pula, apabila mereka rasa tidak selera dengan undang-undang dan mencoba untuk hidup bebas.
Tindakan ingkar dari peraturan sekolah pula, karena remaja menganggap pembelajaran di sekolah mengganggu jiwa remajanya karena di sekolah terdapat banyak peraturan dan ruang kritikan seperti guru, kerja sekolah dan disiplin. Pendidik perlu memahami bahwa remaja yang dalam proses perkembangan dan perubahan boleh menimbulkan pelbagai masalah emosi karena mereka sedang berhadapan dengan proses penyesuaian diri antara zaman kanak-kanak dengan alam dewasa.
Bagi remaja yang bersedia dengan kehadiran masalah dan sanggup menerimanya dengan hati terbuka, mereka berjaya menerima perubahan itu sekali pun kadang kala pahit baginya. Tetapi bagi sesetengah remaja pula, tidak berupaya menyesuai atau menerima dengan mudah perubahan itu, lalu menunjukkan gangguan psikologi pada dirinya. Dr Zakiah Daradjat, seorang pengkaji masalah remaja berkata, perkara yang menyebabkan masalah emosi remaja adalah disebabkan oleh perubahan jasmani, terutama perubahan hormon seks, keadaan masyarakat dan keadaan ekonomi yang melingkungi remaja serta perlakuan orang tua yang kaku dan bertentangan dengan remaja. Masalah yang berkaitan dengan emosi remaja disebut juga sebagai masalah personal psikologi (Hassan Langgulung,1977). Masalah personal psikologi ialah perkara yang berkaitan peribadi dan masalah psikologi remaja itu sendiri seperti personaliti, perubahan emosi, kebimbangan, kerisauan, keyakinan dan tekanan. Masalah personaliti seperti mudah hilang sabar, takut membuat kesilapan, sukar membuat keputusan, sukar melupakan kesilapan lalu dan gagal dalam beberapa perkara dilakukan. Zaman remaja yang penuh dengan tekanan dan kecemasan emosi, amat memerlukan pendekatan pendidikan teladan dalam proses memberi bimbingan kepada golongan ini. Pendidik perlu menggunakan pendekatan psikologi pendidikan. Untuk melaksanakan pendekatan psikologi pendidikan, terlebih dulu penpendidikan perlu memahami psikologi remaja. Dengan pemahaman ini, penpendidikan dapat menyelami emosi dan jiwa remaja serta dapat menggunakan pendekatan sesuai dengan minat dan kecenderungan mereka.
Remaja amat memerlukan sokongan dan pemahaman daripada orang dewasa ketika mereka mengharungi zaman yang penuh dengan cobaan ini. Ketika ini, perubahan dari aspek emosi agak pesat. Sekiranya mereka tidak mendapat sokongan daripada orang dewasa, mereka mudah mengalami gangguan emosi dan menimbulkan masalah emosi yang boleh memberi kesan tidak baik kepada perkembangan psikologi remaja.
Emosi dapat dikembangkan oleh keluaraga, sekoah dan lingkungan. Untuk mengembangkan emosi agar berdampak positif maka perlu dilakukan upaya proses belajar yang salah satunya dengan menggunakan metode atau kegiatan bermain. Melalui bermain anak dapat menumpahkan seluruh perasaannya, seperti: marah, takut, sedih, cemas atau gembira. Dengan demikian, bermain dapat merupakan sarana yang baik untuk pelampiasan emosi, sekaligus relaksasi. Misalnya saja pada saat anak bermain pura-pura atau bermain dengan bonekanya. Selain itu bermain juga dapat memberi kesempatan pada anak untuk merasa kompeten dan percaya diri. Dalam bermain, anak juga dapat berfantasi sehingga memungkinkannya untuk menyalurkan berbagai keinginan-keinginannya yang tidak dapat direalisasikan dalam kehidupan nyata ataupun menetralisir berbagai emosi-emosi negatif yang ada pada dirinya seperti rasa takut, marah dan cemas.

C.    Teori-Teori Emosi
Menurut Walgito, 1997 (dalam DR. Nyayu Khodijah), mengemukakan tiga teori emosi, yaitu :
1.      Teori Sentral
Menurut teori ini, gejala kejasmanian merupakan akibat dari emosi yang dialami oleh individu; jadi individu mengalami emosi terlebih dahulu baru kemudian mengalami perubahan-perubahan dalam kejasmaniannya. Contohnya : orang menangis karena merasa sedih.

2.       Teori Periferal
Teori ini dikemukakan oleh seorang ahli berasal dari Amerika Serikat bernama William James (1842-1910). Menurut teori ini justru sebaliknya, gejala-gejala kejasmanian bukanlah merupakan akibat dari emosi yang dialami oleh individu, tetapi malahan emosi yang dialami oleh individu merupakan akibat dari gejala-gejala kejasmanian. Menurut teori ini, orang tidak menangis karena susah, tetapi sebaliknya ia susah karena menangis.
3.         Teori Kepribadian
Menurut teori ini, emosi ini merupakan suatu aktifitas pribadi, dimana pribadi ini tidak dapat dipisah-pisahkan dalam jasmani dan psikis sebagai dua substansi yang terpisah. Karena itu, maka emosi meliputi pula perubahan-perubahan kejasmanian. Misalnya apa yang dikemukakan oleh J. Linchoten.

D.     Fungsi Emosi
1.      Survival, yaitu sebagai sarana untuk mempertahankan hidup. Emosi memberikan kekuatan pada manusia untuk membeda dan mempertahankan diri terhadap adanya gangguan atau rintangan. Adanya perasaan cinta, sayang, cemburu, marah, atau benci, membuat manusia dapat menikmati hidup dalam kebersamaan dengan manusia lain.
2.      Energizer, yaitu sebagai pembangkit energi. Emosi dapat memberikan kita semangat dalam bekerja bahkan juga semangat untuk hidup. Contohnya : perasaan cinta dan sayang. Namun, emosi juga dapat memberikan dampak negatif yang membuat kita merasakan hari-hari yang suram dan nyaris tidak ada semangat untuk hidup.Contohnya : perasaan sedih dan benci.
3.      Messenger, yaitu sebagai pembawa pesan. Emosi memberitahu kita bagaimana keadaan orang-orang yang berada disekitar kita, terutama orang-orang yang kita cintai dan sayangi, sehingga kita dapat memahami dan melakukan sesuatu yang tepat dengan kondisi tersebut. Bayangkan jika tidak ada emosi, kita tidak tahu bahwa disekitar kita ada orang yang sedih karena sesuatu hal yang terjadi dalam keadaan seperti itu mungkin kita akan tertawa-tawa bahagia sehingga membuat seseorang yang sedang bersedih merasa bahwa kita bersikap empati terhadapnya.
E.     Macam-macam Emosi
Secara garis besar emosi dibedakan menjadi 2 macam, yaitu :
1.      Emosi positif (emosi yang menyenangkan), yaitu emosi yang menimbulkan perasaan positif pada orang yang mengalaminya, diataranya adalah cinta, sayang, senang, gembira, kagum dan sebagainya.
2.      Emosi negatif (emosi yang tidak menyenangkan), yaitu emosi yang menimbulkan perasaan negatif pada orang yang mengalaminya, diantaranya adalah sedih, marah, benci, takut dan sebagainya.

F.     Pengaruh Emosi pada belajar
Emosi berpengaruh besar pada kualitas dan kuantitas belajar. Emosi yang positif dapat mempercepat proses belajar dan mencapai hasil belajar yang lebih baik, sebaliknya emosi yang negatif dapat memperlambat belajar atau bahkan menghentikannya sama sekali. Oleh karena itu, pembelajaran yang berhasil haruslah dimulai dengan menciptakan emosi positif pada diri pembelajar. Untuk menciptakan emosi positif pada diri siswa dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya adalah dengan menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan dan dengan penciptaan kegembiraan belajar. Kegembiraan belajar seringkali merupakan penentu utama kualitas dan kuantitas belajar yang dapat terjadi. Kegembiraan bukan berarti menciptakan suasana kelas yang ribut dan penuh hura-hura. Akan tetapi, kegembiraan berarti bangkitnya pemahaman dan nilai yang membahagiakan pada diri si pembelajar. Selain itu, dapat juga dilakukan pengembangan kecerdasan emosi pada siswa. Kecerdasan emosi merupakan kemampuan seseorang dalam mengelola emosinya secara sehat terutama dalam berhubungan dengan orang lain.

G.    Guru dan keluarga dapat mengembangkan keterampilan kecerdasan emosional seorang anak dengan memberikan beberapa cara yaitu:
1.      Mengenali emosi diri anak , mengenali perasaan anak sewaktu perasaan yang dirasakan terjadi merupakan dasar kecerdassan emosional. kemampuan untuk memantau peraaan dari waktu kewaktu merupakan hal penting bagi pemahahaman anak.
2.       Mengelola emosi, menangani perasan anak agar dapat terungkap dengan tepat kemampuan untuk menghibur anak , melepasakan kecemasan kemurungan atau ketersinggungan, atau akibat – akibat yang muncul karena kegagalan.
3.      Memotivasi anak, penataan emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan adalah hal yang sangat penting dalam keterkaitan memberi perhatian dan kasih sayang untuk memotivasi anak dalam melakukan kreasi secara bebas.
4.      Memahami emosi anak.
5.      Membina hubungan dengan anak, Setelah kita melakukan identifikasi kemudian kita mampu mengenali, hal lain yang perlu dilakukan untuk dapat mengembangkan kecerdasan emosional yaitu dengan memelihara hubungan.
6.       Berkomunikasi “dengan jiwa “, Tidak hanya menjadi pembicara terkadang kita harus memberikan waktu lawan bicara untuk berbicara juga dengan demikian posisikan diri kita menjadi pendengar dan penanya yang baik dengan hal ini kita diharapkan mampu membedakan antara apa yang dilakukan atau yang dikatakan anak dengan reaksi atau penilaian.

















H.    Daftar Rujukan
Khodijah,Nyayu.2006.Psikologi Belajar.Palembang:IAIN Raden Fatah Press
Partini, Sri. 1995. Psikologi Perkembangan. Ikip Yogyakarta.
Walgito,Bimo.1997.Pengantar Psikologi Umum.Yogyakarta:Andi Offset
Dr. Jalaludin, Psikologi Agama, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1997, Hal. 72
Dr. Djamaludin Ancok dan Fuat Nashori Suroso, Psikologi Islami solusi islam atas problem-problem psikologi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995, Hal. 49


0 komentar: